Tuesday, November 11, 2008

Ulasan yang Lebih Adil untuk Trio Syuhada - Mereka Juga Manusia

Dilulus terbit pada Tuesday, November 11 @ 15:30:00 MYT oleh syamil

Oleh mankip


BAGI trio pengebom tragedi Bom Bali I, Amrozi, Ali Ghufron dan Imam Samudra, digelar teroris oleh media massa tempatan dan antarabangsa, atau oleh siapapun juga, tidak membuat mereka marah atau kecil hati. Mereka yakin, apa yang mereka lakukan adalah jihad. Sehingga mereka pun yakin Allah akan memberi mereka gelar mujahid.

Bahkan, mereka sama sekali tidak merasa keberatan dengan apapun yang ditempuh pemerintah di dalam menjalankan hukuman mati atas diri mereka. Ditembak mati dengan bedil, dipancung, dialiri listrik, atau cara lainnya, bagi mereka sama saja. Semuanya menuju mati syahid. Bagaimana kita memposisikan Amrozi, Ali Ghufron dan Imam Samudra : Mujahid atau Teroris?

Yang jelas, mereka juga manusia. Sebagai manusia, mereka termasuk yang mempunyai ketaatan kepada ajaran agamanya, mempunyai keseriusan di dalam mendalami ajaran agamanya, mempunyai keberpihakan kepada umat Islam.

Kalau akhirnya ada yang menilai mereka mengalami kesilapan di dalam memaknai dan mempraktikkan jihad, itu urusan mereka dengan Allah. Bagi yang sepaham dengan ‘ijtihad’ mereka, maka Amrozi, Ali Ghufron dan Imam Samudra adalah Mujahid. Sebaliknya, bagi yang tidak sepaham, ketiganya digelar Teroris.Yang jelas, mereka juga manusia. Sebagai manusia, mereka termasuk yang mempunyai ketaatan kepada ajaran agamanya, mempunyai keseriusan di dalam mendalami ajaran agamanya, mempunyai keberpihakan kepada umat Islam.

Kalau akhirnya ada yang menilai mereka mengalami kesilapan di dalam memaknai dan mempraktikkan jihad, itu urusan mereka dengan Allah. Bagi yang sepaham dengan ‘ijtihad’ mereka, maka Amrozi, Ali Ghufron dan Imam Samudra adalah Mujahid. Sebaliknya, bagi yang tidak sepaham, ketiganya digelar Teroris.

Alumni Afghan

Dua dari trio pengebom mati Bali I adalah bekas pejuang Afghan. Ali Ghufron alias Mukhlas adalah pejuang Afghan peringkat kedua (masuk pada akhir 1987), satu angkatan dengan Abu Rushdan dan Mustapha alias Pranata Yudha. Sedangkan Imam Samudra angkatan kesembilan (masuk pada tahun 1991), seangkatan dengan Ali Imran (adik Ali Ghufran alias Mukhlas, yang juga terlibat siri Bom Bali I namun tidak hukuman mati).

Rombongan pertama dari Indonesia yang berjihad ke Afghan terjadi sekitar akhir 1984 hingga awal 1985, antara lain diikuti oleh Sa’ad alias Ahmad Roihan, yang juga terlibat dalam kes Bom Bali I, bahkan beberapa siri peledakan sebelumnya. Abu Dujana menutup rombongan warga Indonesia berlatih askar untuk berjihad di Afghan. Abu Dujana sebagaimana Ahmad Roihan juga sudah ditangkap.


Tidak! Meski mereka tahu CIA berada di belakang ‘projek’ Afghan, tekad dan semangat jihad mereka membebaskan Muslim Afghan dari penjajahan rezim komunis Soviet, dapat mengalahkan realiti itu.

Sebagai superpower AS seharusnya mampu mengirimkan sejumlah pasukannya untuk mengusir komunisme Soviet dari Afghanistan. Namun masa itu AS belum pulih dari trauma akibat mengalami kekalahan siginfikan pada perang Vietnam yang berlangsung sejak 1961 hingga 30 April 1975. AS kehilangan lebih dari 58.000 prajuritnya dan menghabiskan lebih dari 15 milion dollar AS.

Presiden AS terpilih, Kennedy, pada tahun 1961 mengirimkan 400 tentara ke Vietnam. Tahun berikutnya, Kennedy menambah pasukannya di Vietnam menjadi 11.000 tentara. Di tahun 1968, AS mengirimkan 500 ribu pasukannya ke Vietnam, belum termasuk berbagai pasukan dari Australia, Selandia Baru, Korea Selatan, Filipina dan Thailand yang berjumlah 90.000 orang.

Perang Afghan sendiri berlangsung awal 1980-an hingga awal 1990-an. AS tidak mau mengorbankan prajuritnya sebagaimana terjadi di Vietnam. Maka, pilihan jatuh kepada pemuda Islam di pelosok dunia yang terkenal dengan semangat jihadnya, termasuk dari Indonesia. Osama bin Laden menjadi figure yang sangat penting, di samping tokoh-tokoh lainnya, di dalam merekrut pemuda-pemuda Islam yang mau berjihad ke Afghan.

Membangkitkan Harimau

Sejak 1990 hingga 1995, pejuang Afghan berasal Indonesia berangsur-angsur pulang ke tanah air. Sebagian melanjutkan jihadnya ke Moro (Philipina), menghidupkan Kamp Hudaibiyah hingga akhir 1990-an.

Di Afghan, sebelum berjihad mereka melengkapi diri di Kamp Latihan dengan berbagai bentuk, seperti menggunakan senjata, kursus mengenali berbagai jenis bahan kimia dan meracik bahan peledak (bom), kursus menggunakan tank tempur, latihan tempur pada berbagai medan perang. Namun ketika kembali ke tanah air, keterampilan itu sama sekali tidak digunakan untuk melakukan aksi teror. Karena, mereka sama sekali tidak bercita-cita menjadi teroris, apalagi di negerinya sendiri.

Akan tetapi sejak tragedi 25 Desember 1998, ketika umat Islam sedang menjalankan shaum Ramadhan, dan umat Kristiani masih dalam suasana krismas yang seharusnya damai penuh kasih.

Tiba-tiba kedamaian itu dirobek-robek oleh pemuda kristian yang dalam keadaan mabuk memasuki Mesjid kemudian membunuh Ridwan.

Inilah unsure-unsur pengalak jihad peringkat pertama.

Sekitar tiga pekan kemudian, 19 Januari 1999 pecah lagi tergedi Ambon, yang dirasmikan dengan aksi keganasan yang dilakukan pemuda Kristen terhadap dua pemuda Muslim.

Konflik berlanjut secara meluas dan berdarah-darah. Hingga puncaknya terjadi pada 24 Desember 1999 hingga 7 Januari 2000, yang dinamakan tregedi Tobelo-Galela, dengan korban terbanyak dari kalangan Muslim. Ada yang menyebutkan jumlah korban mencapai 3000 jiwa, dan 2800 di antaranya Muslim.


Menurut versi Gus Dur, korbannya hanya lima orang. Sedangkan menuruut versi Max Tamela, Pangdam Pattimura kala itu, korban yang diakuinya berjumlah 771 jiwa, majoriti Muslim.

Disebaliknya diketahui, pada tragedi pembantaian di Tobelo-Galela ini, ada keterlibatan Sinode GMIH (Gereja Masehi Injil di Halmahera), yang merancang penghijrahan umat Kristen ke Tobelo berjumlah sekitar 30.000 orang. Pemindahan dilakukan secara bertahap sejak pertengahan November hingga awal Desember 1999. Bahkan, pada Jumat 24 Desember 1999 dengan alasan pengamanan gereja, diangkut ratusan warga kristen dari Desa Leloto, Desa Paso dan Desa Tobe ke Tobelo. Mereka datang menaiki truk dengan berbagai senjata perang seperti kain ikat kepala berwarna merah, tombak, parang dan panah.

Mei 2000, pecah lagi tregidi Poso ketiga. Ratusan warga pondok Walisongo, diserang oleh Tibo dan kawan-kawan. Disebalik kejadian itu diketahui, ada keterlibatan Majelis Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) yang berpusat di Tentena. Juga, sejumlah tokoh (16 orang), sebagaimana disebutkan Tibo sebelum dihukum mati.

Peristiwa-peristiwa itu ibarat membangkitkan harimau yang sedang istirahat. Maka meledaklah aksi keganasan yang pertama kali dilakukan para bekas pejuang Afghan, yaitu peledakan Bom di Kediaman Kedubes Philipina. Aksi peledakan itu terjadi pada tanggal 01 Augst 2000. Alasannya, para pelaku pemboman menduga Philipina secara rasmi turut mengirimkan senjata ke Ambon (Maluku) yang kala itu sedang konflik, dan tentu saja menguntungkan salah satu pihak iaitu kumpulan merah (kristen).

Kemudian, pada malam krismas 24 Desember 2000, terjadi ledakan di sejumlah gereja di berbagai kota di Indonesia, seperti di depan Gereja Katedral (Jakarta Pusat), Gereja Santo Yosef, dan halte bus sekolah katolik Marsudi Rini di Jalan Matraman Raya (Jakarta Timur), Gereja Koinonia (di Jatinegara, Jakarta Timur), juga gereja dan sekolah Kanisius, Jalan Menteng Raya (Jakarta Pusat). Pengeboman juga terjadi di dekat gereja di Medan, Sumatera Utara, Mojokerto Jawa Timur, Mataram NTB dan Pekanbaru dan Batam Riau, serta Bekasi. Alasannya jelas, merupakan peringatan keras kepada kalangan Kristen terutama tokoh rohaniwan, yang sejumlah petinggi gerejanya justru menjadi aktor intelektual tragedi pembantaian Muslim di Ambon (Maluku) dan Poso.

Februari 2001 terjadi lagi pengusiran dan pembantaian terhadap warga Madura di Sampit, yang dilakukan oleh Dayak Kristen dan animis. Tragedi Pemenggalan kepala warga Madura oleh suku Dayak dilakukan secara demonstratif di siang hari dan di depan kamera TV tempatan dan antarabangsa yang sedang meliput. Dua bulan kemudian, April 2001, pecah lagi tregidi Poso ke-empat.

Meski tidak ada kaitannya dengan tragedi Sampit, Ambon dan Poso, yang jelas pada 11 September 2001, terjadi tragedi WTC 911 di negerinya Bush. Tudingan teroris yang dilekatkan kepada Islam, mulai disosialisasikan Bush. Kekhawatiran Bush terhadap aksi terorisme yang dilekatkan kepada Islam, ibarat senjata makan tuan. Perang melawan terorisme pun dicanangkan, karena AS (CIA) yang paling tahu kualiti mujahid alumni Afghan. Ibarat sang guru yang tahu betul kualiti murid-muridnya.

Setahun kemudian, 12 Oktober 2002, barulah meledak tragedi Bom Bali I yang menewaskan 202 korban jiwa dan 350 orang lainnya mengalami luka-luka berat dan ringan. Secara keseluruhan, korban tewas pada tregidi Ambon, Poso dan Sampit, terutama dari pihak Islam, jumlahnya puluhan bahkan ratusan kali jauh lebih besar dibandingkan dengan korban tewas pada kasus Bom Bali I dan II.

Kurang setahun dari kasus Bom Bali I, terjadi peledakan di depan lobi Hotel JW Marriott, tanggal 5 ogos 2003 sekitar pukul 12.40 wib, menyebabkan 10 orang mati dan 152 cedera. Setahun kemudian, terjadi Bom Kuningan (9 September 2004), di depan Kedubes Australia jalan HR Rasuna Said, Jakarta. Setahun kemudian, terjadi Bom Bali II (01 Oktober 2005). Sekitar sebulan kemudian, Doktor Azhari yang selama ini menjadi hantu teroris berjaya ditembak mati, di kawasan Batu, Malang, pada 09 November 2005.

Objektif dan Adil

Pasca tertembaknya Azahari, pelaku pengebom betul-betul terhenti, sampai ketika ini. Namun, potensi teror tetap ada, bila merujuk pada adanya penangkapan di Palembang (01 Juli 2008) dan Kelapa Gading (21 Oktober 2008), yang menjadikan sasaran peledakannya Depo Pertamina Plumpang, Jakarta Utara.

Meski Azahari sudah ditembak mati, dan tiga ratusan anggota jaringan teroris sudah ditangkap, termasuk tokoh-tokoh penting seperti Abu Dujana, para pengamat pun menyatakan ketuanya tentang potensi Jama’ah Islamiyah tinggal sepuluh persen saja namun potensi teror dinyatakan tetap ada, bahkan pihak kepala tentra Indonesia yang baru menyebutkan terorisme kini ada di mana-mana. Dengan alasan, Noordin M Top yang selama ini dituduh melakukan penrekrut terorist, masih belum tertangkap. Artinya, meski Amrozi cs ditembak mati sekalipun, potensi teror masih tetap tinggi.

Lantas, bagaimana menterjemahkan potensi teror sebagaimana terjadi selama ini? Semua pihak terutama pemerintah harus bersikap objektif dan berlaku adil lihat akar masalahnya. Ini respinya. Akar masalahnya, pertama, ada pembantaian yang dilakukan umat Kristiani terhadap umat Islam baik di Ambon (Maluku) maupun di Poso. Ini bukan konflik biasa. Fakta ini diabaikan, bahkan dipaksakan menjadi konflik biasa, yang dimulai dari adanya pertikaian antara kedua belah pihak. Padahal, faktanya tidaklah demikian.

Yang terjadi sesungguhnya adalah ummat non Muslim (Kristen-Katholik) sebagai pihak yang memulai pertikaian ini, yang diyakini ada keterlibatan gereja serta tokoh-tokoh masyarakat Kristen-Katholik di sana sebagai perancang aksi (aktor intelektual). Mereka memulai penyerangan dan pembunuhan, sedangkan ummat Islam hanya melakukan mempertahankan diri dan membalas, sekaligus dalam rangka mempertahankan diri. Bantuan yang datang dari luar titik konflik, karena ummat Islam menyadari posisi kerajaan baik pusat maupun daerah memberi tumpuan berat sebelah, sama sekali tidak melindungi masyarakat muslimnya.

Akar masalah kedua, sikap tidak iklas kalangan Kristen-Katholik (dan kemudian Hindu). Sikap berpura-pura ini terjadi terutama di daerah-daerah tertentu yang majoriti penduduknya non-Muslim. Pengusiran hingga pembantaian (muslim cleansing) terjadi di beberapa daerah-daerah ini. Sedangkan di daerah-daerah yang majoriti penduduknya Muslim, umat Kristen-Katholik dan Hindu tidak pernah ada pengusiran apalagi pembantaian. Dari daerah-daerah ini pula ancaman dan gertakan memisahkan diri dari NKRI sering dikumandangkan. Ini menunjukkan bahwa non-Muslim (kecuali umat Budha) secara konsisten menebar benih dan memang tidak loyal kepada NKRI.

Seharusnya, pemerintah mendorong tokoh Kristen-Katholik berjiwa besar, dengan mengakui kekeliruan sebagian ummatnya maupun tokoh gereja, yang secara sengaja menjadi aktor intelektual dalam pembunuhan umamt Islam. Permintaan maaf tersebut dilakukan secara terbuka, sehingga terbaca oleh alumni Afghan, insya Allah hal tersebut dapat menyejukkan hati mereka.

Selain itu, aparat juga harus berlaku adil. Dalam menangani kasus Poso yang berkepanjangan, misalnya, untuk operasi pemulihan keamanan yang targetnya pelaku teror dan pembantaian dari pihak Kristen, aparat menggunakan sandi Operasi Cinta Damai. Sedangkan bila hal yang sama ditujukan kepada komunitas Islam, aparat menggunakan sebutan Operasi Raid yang bermakna serbu atau basmi, hal ini mengingatkan kita pada racun pembasmi nyamuk. Ini jelas tidak adil dan sangat provokatif. Setidaknya menimbulkan kegeraman.

Saya yakin mereka tidak bercita-cita jadi teroris. Mereka manusia biasa saja. Namun bila ratusan (atau ribuan) saudara seagamanya dibantai oleh saudara lainnya yang berbeda agama, jelas dan pasti mereka tentu tidak mungkin berpangku tangan. Ke Afghan yang jauh saja mereka siap bersabung nyawa. Apalagi hanya ke Ambon dan Poso. Demikian halnya soal keberanian dalam jihad, saya pastikan bahwa ummat Islam Indonesia memiliki sangat banyak pemuda muslim yang jauh lebih berani dan pintar dari Azahari atau Amrozi cs, apalagi kalau hanya sekedar meletakkan sebuah atau beberapa rangkaian bom di tempat-tempat yang tidak beresiko. Masalahnya, ummat Islam yang potensinya lebih baik tersebut masih diberi kesadaran dan akal sehat, dan yang lebih penting lagi adalah apakah pihak pemerintah punya kepentingan politik untuk menyelesaikan atau tidak?


Jakarta, 7 Nopember 2008



Oleh Umar Abduh
Mantan Napol Woyla



Sumber:

http://swaramuslim.net/



Disusun semula:


Mankip

Sumber kedua
www.terjah.com

"

http://www.tranungkite.net/v7/modules.php?name=News&file=article&sid=18324

Cleric blames US for Bali bombings

Thu, 16 Oct 2008 19:21:00 GMT


Bali bombings in 2002

An Indonesian cleric has said that the Bali bombings in 2002 which killed more than 200 people was the work of the US-Israeli spy agencies.

Abu Bakar Bashir told AFP Thursday the US intelligence agency had fired a nuclear missile at the Bali tourist strip from a ship off the coast.

"It has been mentioned as being a micro-nuclear bomb, not a regular bomb... The bomb was made by the CIA, it could be no one else," Bashir said in his house at the Al-Muhmin Islamic boarding school on Indonesia's Java island.

His comments come amid speculation the government is preparing to execute the three bombers by firing squad next week, in line with their 2003 convictions.

He noted the attack was a conspiracy between "America, Australia and the Jews" and the three convicted bombers -- Amrozi, Imam Samudra and Ali Ghufron -- had been framed.

The police and the prosecutors aren't brave enough to prove it, he concluded.

The coordinated October 12, 2002 bomb attacks ripped through packed nightspots on the holiday island's main tourist strip and killed 202 people, mostly foreign visitors including 88 Australians.

JR/RA

http://www.presstv.com/Detail.aspx?id=72383§ionid=351020406

Menilai Pengeboman Bali...



Dilulus terbit pada Tuesday, November 11 @ 14:00:00 MYT oleh syamil

Oleh C4boleh

Saya kaget dan heran ketika membaca penjelasan Imam Samudra tentang dua ayat Al-Qur’an yang dipotong-potong untuk membenarkan aksi pembomannya, (AMT, hal:116) yaitu:
Artinya: “barang siapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu.” (Al-Baqarah: 194).

Dan, ayat 126 Surah An-Nahl:
Artinya: “dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan jang ditimpakan kepadamu.” (An-Nahl: 126).



Dengan tegas dan bangga, Imam Samudra mengatakan bahwa membalas balik dengan membunuh wanita, anak-anak, dan warga sipil adalah tindakan yang 'wajar', 'adil' dan 'seimbang'. Karena itu, menurut Imam Samudra, Amerika dan sekutunya telah melampaui batas-batas perang dengan membunuh banyak warga sipil Muslim, maka dia berniat membalas dengan cara membunuh warga sipil Amerika dan sekutunya. Begitulah katanya “sipil dibalas sipil! Itulah keseimbangan.” Dengan yakinnya ia mengatakan “Dan dengan demikian, jihad Bom Bali tidak dilakukan secara asal-asalan dan serampangan.” (AMT, hal: 116).

Astaghfirullah! Padahal wisatawan asing yang berada di Legian Bali pada waktu itu terdapat banyak juga orang-orang non-Muslim yang bukan warga Amerika atau Australia, kalau memang benar Amerika dan Australia adalah musuh Imam Samudra! Kalaupun wisatawan asing yang berada di Bali itu adalah warga Amerika ataupun warga Australia dan sekutunya maka belum tentu mereka dari pihak yang setuju dengan tindakan pemerintah mereka yang menyerang Afghanistan dan Iraq. Bukankah kebohongan alasan pemerintah Amerika menyerang Iraq dibongkar sendiri oleh warga Amerika? Bagaimana kalau yang tewas dalam aksi bom Bali itu adalah dari warga Amerika yang tidak setuju dan anti dengan kebijakan pemerintah Amerika dalam penyerangan Afghanistan dan Iraq? Sungguh Imam Samudra sendiri telah mengeneralisir warga Amerika dengan prasangkanya, “ini berarti pula mereka terlibat dalam proses pembiayaan perang.” (AMT, hal: 147). Sebuah prasangka dan tuduhan yang tidak berdasar.

Bagaimana Imam Samudra boleh memahami potongan ayat Qishosh tersebut (Al-Baqarah: 194) yang ditafsirkannya sendiri menurut arti harfiyah lalu dikaitkan dengan peristiwa yang terjadi sekarang ini di luar Indonesia yang kemudian dibalas di Indonesia?

Jika diperhatikan kedua ayat tersebut dalam bahasa Arab, akan didapati perkataan bi mitsli ma yang artinya secara harfiyah “dengan seumpama apa (benda) yang.” Bermakna ada sesuatu yang digunakan serupa dengan yang terdahulu, baik itu berbentuk perkataan maupun material. Dan menurut para mufasirrin (Ulama penafsir Al-Qur’an) bahwa ayat tersebut menjelaskan tentang hukum Qishosh yaitu hukum membalas kejahatan. Di dalam syariat Islam diatur tentang cara-cara pelaksanaan hukum Qishosh.

Dalam tafsir Qurtubiy, penjelasan terhadap ayat ini adalah bahwa Rasulullah memerintahkan dalam pelaksanaan hukum Qishosh harus menggunakan alat yang sama terhadap pelaku seperti yang digunakan oleh pelaku kepada korban. Tidak boleh melakukan tindakan yang melampaui batas dengan membalas kepada selain pelaku, seperti terhadap kedua orangtuanya, anaknya dan kerabatnya. Begitu juga tidak boleh berbohong kepada pelaku seandainya pelaku berbohong kepadanya. Sebab, kemaksiatan tidak boleh dibalas dengan kemaksiatan. Sekarang, hukum pelaksanaan Qishosh tidak boleh dilakukan secara pribadi tetapi harus atas izin pemerintah (artinya Mahkamah Islam).

Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan ayat ini bahwa Allah SWT memerintahkan untuk berlaku adil dalam melaksanakan hukum Qishosh walaupun terhadap kaum yang bukan Islam (non-Muslim). Untuk membalas kejahatan orang lain, maka sikap sabar si korban adalah lebih baik bagi orang-orang yang mau bersabar.

Terdapat empat hal dan satu catatan penting yang perlu diperhatikan dari ayat tersebut (Al-Baqarah: 194 dan An-Nahl: 126), yaitu:

Pertama : Alat dari jenis yang sama.
Kedua : Teknis pembalasan dengan cara yang sama.
Ketiga : Pembalasan dilakukan hanya terhadap si pelaku.
Keempat : Pelaksanaannya dilakukan oleh si korban atau wali si korban.


Catatan: Tidak boleh melakukan pembalasan terhadap kedua orangtua pelaku, anaknya dan kerabatnya. Apalagi terhadap bangsanya yang tidak ada hubungan darah. Sebab tindakan demikian adalah melampaui batas hukum Allah. Keadilan ditegakkan biarpun kepada non-Muslim.

Jika Imam Samudra salah satu pengagum Ustadz Abdullah Azzam (alm), maka saya ingin menceritakan sebuah tafsir dari salah satu ceramah Ustadz Abdullah Azzam yang pernah saya dengar langsung pada majlis ta’lim beliau di Afghanistan. Ketika itu ia menjelaskan penggunaan senjata api menurut syariat Islam. Senjata api yang digunakan oleh pasukan bersenjata mujahidin Afghanistan dan pasukan bersenjata di seluruh dunia mempunyai efek api dan panas. Padahal di dalam Islam terdapat larangan membunuh dengan api. Sabda Rasulullah SAW: “Tidak boleh menyiksa (membunuh) dengan (menggunakan) api kecuali pemilik api (yaitu Allah SWT).” (Hadis Riwayat Abu Daud).

Kemudian Ust-Abdullah Azzam menyebutkan sebuah ayat Al-Qur’an :

Artinya: “Bulan haram dengan bulan haram, dan pada sesuatu yang patut dihormati, berlaku hukum qishosh. Oleh sebab itu barang siapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (Al-Baqarah: 194)

dan ayat yang lain:

Artinya: “Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.” (An-Nahl:126).

Selanjutnya Ust. Abdullah Azzam (alm) menjelaskan bahwa dengan ayat ini maka dibolehkan menggunakan senjata api yang sama seperti yang digunakan musuh ketika memerangi mujahidin. Jika musuh menggunakan api untuk membunuh maka dibolehkan menggunakan api untuk membunuh musuh (pasukan bersenjata musuh). Begitu juga seandainya musuh menggunakan senjata api (dari berbagai jenis) maka dibolehkan juga menggunakan peralatan yang sama. Sebab bagaimana mungkin pedang dan tombak menghadapi senjata api dalam perang zaman modern ini? Maka keterangan Ust. Abdulah Azzam bersesuaian dengan maksud ayat Al-Qur’an tersebut. Demikian lah yang saya dengar langsung dari beliau.

Selanjutnya mengenai penyerangan keatas orang-orang sipil atau membunuh mereka, menurut yang saya fahami adalah kebijakan pimpinan perang. Rasulullah SAW adalah pemimpin negara dan panglima tertinggi pasukan Muslimin, maka beliau mempertimbangkan matang-matang dalam memberikan perintah yang membawa kemaslahatan peperangan bagi mengalahkan musuh. Perintah larangan membunuh sipil seperti wanita, anak-anak, orang tua bangka, larangan memotong pohon, membunuh binatang ternak dan lain-lain, tetap berlaku di manapun pertempuran berlangsung. Hanya panglima tertinggi dan pemimpin negara yang boleh membuat keputusan atau kebijakan setelah proses kajian dan pertimbangan yang matang untuk mencapai kemaslahatan perang walau kadang terlihat melanggar aturan larangan yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW di masa pertempuran, tanpa niyat kesengajaan. Kebijakan yang dibuat oleh Rasulullah pada masa itu adalah dalam kapasitas beliau sebagai pemimpin tertinggi negara dan panglima perang, dan pelaksanaannya juga dilaksanakan secara selektif.

Contoh kisah penebangan pohon

Perintah Rasulullah SAW untuk menebang pohon kurma milik Bani Nadhir bukanlah dikarenakan Bani Nadhir pernah merusak atau menghancurkan pohon kurma milik kaum Muslimin sehingga Rasulullah SAW melakukan tindak pembalasan terhadap sikap Bani Nadhir yang dianggap telah melampaui batas menebang pohon.

Tetapi perintah Rasulullah SAW itu adalah siasat perang untuk melumpuhkan pasukan lawan, yang tiada cara lain kecuali dengan cara itu dapat melemahkan mental pasukan lawan yaitu Bani Nadhir. Dan tindakan Rasulullah SAW itu dibenarkan oleh Allah SWT.

Asal kisah peristiwa itu adalah bermula ketika Ghozwah Bani Nadhir (kaum Yahudi) yang melarikan diri dari pengejaran pasukan Muslimin pimpinan Rasulullah SAW. Mereka melakukan persekongkolan jahat (makar) untuk membunuh Nabi Muhammad SAW dan siap melakukan perlawanan. Bani Nadhir menjadikan perkampungan mereka sebagai kubu pertahanan yang lengkap dengan benteng yang kuat. Mereka menyediakan logistik yang cukup untuk sekitar setahun, termasuk air bersih jika dikepung hingga datang bantuan pihak yang memusuhi kaum Muslimin datang membantu mereka.

Mengingat kuatnya pertahanan Bani Nadhir dalam menghadapi pasukan Muslimin maka Rasulullah SAW menggunakan sebuah taktik baru untuk menjatuhkan mental mereka yang sangat sayang kepada harta benda dan ingin hidup. Sebagai pimpinan tertinggi, juga dengan alasan kebijakan dan siasat perang, Rasulullah SAW memerintahkan pasukan Muslimin untuk memotong pohon kurma milik Bani Nadhir dan membakarnya sehingga timbul rasa kekecewaan pihak Bani Nadhir untuk mempertahankan perkebunan yang dianggap sebagai harta kekayaan mereka. Khusus tentang siasat dan tindakan Rasulullah SAW selaku pemimpin tertinggi pasukan ini dibenarkan oleh Allah SWT. Hal itu dijelaskan di dalam Surah Al-Hasyr, mengisahkan tentang sikap Bani Nadhir (kaum Yahudi) yang melanggar perjanjian damai.

Artinya: “Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, maka (semua itu) adalah dengan izin Allah; dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik.” (Al-Hasyr: 5).

Dengan penebangan dan pembakaran pohon kurma serta lamanya menunggu bantuan pasukan yang memusuhi kaum Muslimin, maka Bani Nadhir menyerahkan diri dan meminta perlindungan jaminan keselamatan jiwa, serta bersedia untuk keluar dari Madinah. Permintaan mereka kemudian diperkenankan oleh Rasulullah SAW.

Motif asal terjadi pertempuran dengan Bani Nadhir disebabkan karena mereka-lah yang sebenarnya telah bertindak melampaui batas dengan melanggar perjanjian damai dan mengancam keamanan kaum Muslimin. Dengan demikian Rasulullah SAW melakukan penyerangan terhadap mereka karena mereka telah berkhianat terhadap perjanjian yang telah disepakati bersama. Wahyu Allah SWT kepada Rasulullah SAW:
Artinya: “Mereka tidak memelihara (hubungan) kerabat terhadap orang-orang mu’min dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. Dan mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (At-Taubah: 10).

Contoh kisah penyerangan terhadap sipil

Bani Hawazun dan Bani Tsaqif tidak pernah menyerang atau membunuh warga sipil kaum Muslimin. Jadi sebenarnya tiada hak bagi Rasulullah SAW membalas tindakan Bani Hawazun dan Bani Tsaqif dengan menyerang warga sipil mereka atas alasan mereka telah melampaui batas. Tetapi sebenarnya Rasulullah lah yang telah memulai penyerangan keatas sipil mereka namun penyerangan tersebut bukan atas perencanaan dan kesengajaan. Secara ringkas saya kisahkan sedikit peristiwa tersebut yang terjadi pada Ghozwah Hunain.

Dalam Ghozwah Hunain, Bani Hawazun sengaja membawa serta anak-anak dan isteri-isteri mereka ke medan pertempuran untuk meningkatkan moral mereka ketika berperang. Maka tidak mustahil dan tidak dapat dielakkan ketika panah-panah yang diluncurkan oleh pasukan Muslimin akan mengenai warga sipil yang bersama-sama di dalam pasukan bersenjata musuh.

Setelah berkecamuknya peperangan Hunain, pasukan Muslimin memperoleh kemenangan, maka pasukan musuh yaitu Bani Hawazun dan kabilah-kabilah lain yang kalah melarikan diri ke lembah Authas dan lembah Nakhlah. Sementara Bani Tsaqif ketika melarikan diri mengarah ke Thaif, yaitu sebuah kota yang sangat kuat benteng pertahanannya.

Ketika Bani Hawazun dan kabilah yang lain dapat dikalahkan di lembah Nakhlah dan Authas, kota Thaif tempat kubu pertahanan Bani Tsaqif masih tetap belum dapat dikuasai oleh pasukan Muslimin disebabkan kuatnya perlawanan dari dalam benteng Thaif.

Dengan menggunakan Dabbabah (seperti kenderaan pelindung pasukan yang terbuat dari balok-balok kayu), pasukan Muslimin berlindung di bawahnya untuk mendekati benteng pertahanan kota Thaif, tetapi Bani Tsaqif menggunakan lelehan besi panas yang dituangkan dari atas benteng untuk membakar Dabbabah tersebut.

Dan, dengan menggunakan Manjanik (seperti ketapel berskala besar) yang berfungsi untuk melempar batu besar. Pasukan Muslimin mengarahkan incaran ke dalam benteng pertahanan pasukan musuh, dan memang tidak dapat dielakkan seandainya batu besar itu akan menimpa penduduk sipil yang berada di dalam kota Thaif.

Sekali lagi penyerangan keatas warga sipil bukan atas rencana dan kesengajaan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. Tetapi kejadian itu terjadi karena Bani Tsaqif telah menjadikan kota Thaif yang penuh dengan warga sipil sebagai tempat pertempuran. Warga sipil bukanlah sasaran pasukan Muslimin, namun ada kemungkinan mereka (sipil seperti anak-anak dan wanita Bani Tsaqif) akan menjadi korban perang karena keberadaan mereka di dalam benteng pertahanan musuh yang diserang. Walaupun begitu, teknis Manjanik tidak terus-menerus digunakan, karena Rasulullah menggunakan taktik perang atau siasat perang dengan memberikan penawaran dan jaminan kepada setiap hamba sahaya (budak) yang mau lari dari Bani Tsaqif akan dimerdekakan. Pengepungan berlangsung selama sebulan saja setelah sedikit demi sedikit orang-orang dari Bani Tsaqif menyerah diri dan menerima Islam.

Motif asal terjadinya pertempuran Ghozwah Hunain adalah dikarenakan kabilah Bani Hawazun, Bani Tsaqif dan kabilah yang lain telah berkumpul ingin melakukan penyerangan keatas kaum Muslimin. Akibat ancaman serangan itu Rasulullah SAAW memimpin pasukan untuk menghadapi kabilah-kabilah tersebut.

Sepengetahuan saya, Rasulullah SAW tidak menggunakan senjata yang bernama Mortar untuk menghadapi Bani Hawazun sebagaimana yang ditulis oleh Imam Samudra dalam bukunya (AMT, hal:119). Sebab, senjata Mortar belum ada pada waktu itu, semoga ini bukanlah satu lagi kebohongan terhadap pembaca yang disengaja.

Contoh kisah membunuh wanita

Pernah Rasulullah SAW memerintahkan pasukannya untuk membunuh wanita, tetapi wanita yang tertentu saja. Pada perang Ghozwah Bani Quraizah, setelah pengepungan dan Bani Quraizah ingin menyerah diri pada pihak pasukan Muslimin terjadi perundingan damai atas permintaan Bani Quraizah dan meminta Saad Bin Mua’dz r.a yang membuat keputusan. Salah satu di antara keputusan Saad Bin Mua’dz adalah menjatuhkan hukuman mati keatas seorang wanita yang telah membunuh seorang Muslim. Silahkan rujuk bab Ghozwah.

Ketika Ghozwah Fathu Makkah di mana terdapat empat orang wanita (Hindun binti ‘Utbah, Sarah mantan budak Amer bin Hisyam, Fartanai dan Qarinah) yang diperintahkan Rasulullah untuk dibunuh. Ini adalah karena wanita-wanita itu telah mengobarkan semangat permusuhan terhadap Rasulullah dan Muslimin, serta mencaci maki Islam. Tetapi ternyata pelaksanaannya hanya satu wanita saja yang terbunuh ketika pertempuran, selain itu (tiga wanita yang lain) mendapatkan pengampunan dari Rasulullah SAW, Hindun termasuk yang mendapatkan pengampunan. Seandainya Rasulullah adalah seorang yang suka membunuh dan berniat membalas dendam, sudah pasti Hindun binti ‘Utbah tidak diberikan pengampunan karena mengingat perbuatannya membelah-belah mayat paman Rasulullah, Saiyidina Hamzah, yang kemudian memakan hatinya.

Tiada rasa kebencian pada diri Rasulullah terhadap orang-orang yang memusuhinya. Selama orang tersebut tidak menampakkan permusuhan yang dilanjutkan dengan langkah-langkah yang nyata, maka selama itu Rasulullah akan membiarkannya bebas dan aman walaupun orang itu bukan beragama Islam. Dan, sekiranya Rasulullah memberikan perintah membunuh musuh Islam, maka dia akan menyebutkan namanya dan keterlibatannya dengan jelas, tidak secara membabi-buta sehingga siapa saja boleh dibunuh serta dianggap sama. Sebagai pemimpin negara dan panglima perang, Rasulullah berkuwajiban menjaga keamanan rakyatnya dengan penuh bijaksana.

Imam Samudra mengatakan bahwa larangan-larangan yang dikatakan oleh Rasulullah SAW di medan pertempuran itu hanya berlaku terhadap pasukan musuh atau terhadap musuh yang tidak bertindak melampaui batas, sebagaimana katanya “Hadits-hadits tersebut menjelaskan tentang larangan melampaui batas yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah ayat 190 dan hal itu berlaku ketika musuh Islam tidak bertindak melampaui batas terhadap kaum Muslimin.” (AMT, hal: 119). Padahal hadis-hadis tersebut bersifat umum yang berlaku untuk semua kondisi, yaitu larangan bagi kaum Muslimin dari bersikap melampaui batas dalam berperang.

Jika benar apa yang dikatakan oleh Imam Samudra bahwa Rasulullah SAW hanya melakukan tindakan melampaui batas karena membalas musuh yang melampaui batas, maka bagaimana pula halnya dengan pohon-pohon kurma Bani Nadhir, mereka tidak pernah merusak tanaman kaum Muslimin, demikian juga warga sipil Bani Hawazun dan warga sipil Bani Tsaqif, mereka tidak pernah membunuh warga sipil kaum Muslimin?

Dan malah Imam Samudra mensifatkan Rasulullah SAW dengan sewenang-wenangnya membunuh wanita dan anak-anak Bani Hawazun, sebagaimana penjelasannya “Rasulullah melakukan penyerangan terhadap kaum Bani Hawazun dengan menembakkan mortar dan tidak membedakan target laki-laki, wanita ataupun anak-anak.” (AMT, hal: 119)

Di halaman yang sama (AMT, hal: 119) Imam Samudra mengatakan bahwa alasan Rasulullah SAW melakukan itu karena berdasarkan ayat Al-Quran;

(Terjamahan di AMT) Artinya: “barang siapa yang melampaui batas terhadap kamu, maka balaslah serangan mereka, sebanding dengan yang mereka lakukan terhadap kamu.” (Al-Baqarah: 194).

Saya yakin dengan seyakin-yakinnya bahwa bukan berdasarkan ayat ini terjadinya pertempuran dengan Bani Hawazun. Menurut buku sirah yang saya baca dan pelajari ternyata Imam Samudra menyalahi kata-katanya sendiri yaitu bagaimana mungkin Rasulullah membalas tindakan melampaui batas Bani Hawazun padahal Bani Hawazun tidak melakukan tindakan melampaui batas keatas kaum Muslimin.

Saya tidak ragu-ragu mengatakan bahwa Imam Samudra sangat 'serampangan' (pinjam istilah Imam Samudra di AMT, hal. 116) menggunakan ayat tersebut (Al-Baqarah: 194) sebagai dalil untuk membunuh warga sipil di Bali dengan alasan jihad. Penyimpangan tafsir Al-Qur’an yang berakibat fatal menyesatkan orang banyak. Arti ayat Al-Qur’an telah tercemar oleh tindakan Imam Samudra yang mengatasnamakan dalil tersebut. Padahal apa yang dimaksudkan oleh ayat Al-Qur’an tersebut adalah Hukum Qishosh.

Ternyata Imam Samudra telah menyalahartikan ayat Al-Qur’an menurut hawa nafsunya sendiri. Alasan membunuh warga sipil non-Muslim dengan dalil ayat Al-Qur’an tersebut (Al-Baqarah: 194) telah mencemarkan kesucian ayat tersebut dan keadilan hukum Allah SWT, Astaghfirullah..... Dan, Imam Samudra juga telah berburuk sangka dan mencemarkan nama baik Ibnu Katsir dengan mengatasnamakan tafsirnya untuk membenarkan pembunuhan yang dilakukannya terhadap orang-orang sipil di Bali. Padahal, dalam keterangan Tafsir Ibnu Katsir tidak menyebutkan penjelasan dibolehkan membalas dengan melaksanakan hukum Qishosh terhadap selain pelaku. Ibnu Katsir tidak menyebutkan bahwa kejahatan yang sama diperlakukan terhadap jenis sasaran yang sama (sipil dengan sipil).

Tetapi yang benar adalah perbuatan yang sepadan dilakukan terhadap pelaku kejahatan tersebut sebagai hukuman kepada pelaku. Itupun yang melaksanakan hukum itu adalah korban atau walinya, dan jika korban memaafkan pelaku, maka hukum Qishosh otomatis gugur dilaksanakan. Hukuman atas kejahatan hanya diperlakukan terhadap pelaku kejahatan, jika hukuman tersebut dijatuhkan kepada selain pelaku maka itu berarti telah melampaui batas hukum Allah SWT yang adil.

Tetapi Imam Samudra dengan tegasnya menyatakan, bahwa korban tewas dari kalangan sipil di Bali adalah 'reaksi seimbang', sebagai balasan (Qishosh) untuk korban sipil Muslim di seluruh dunia, sesuai dengan ayat Al-Qur’an. (AMT, hal. 143). Astaghfirullah! Mahasuci Allah dari apa yang mereka (Imam Samudra) sifatkan!!!

Tafsir Qurtubiy menjelaskan tentang hukum Qishosh bahwa kemaksiatan tidak dibalas dengan kemaksiatan, seperti kebohongan tidak dibalas dengan kebohongan. Dengan begitu juga sama artinya jika kezaliman adalah praktek kemaksiatan, maka berarti tidak boleh kezaliman dibalas dengan kezaliman. Dan seandainya pembunuhan orang-orang sipil Muslim juga adalah sebuah praktek kemaksiatan, maka tidak boleh juga pembunuhan sipil dibalas dengan pembunuhan sipil. Biarlah orang lain (musuh) yang berbuat kemaksiatan, namun kita sebagai umat Islam tetap dengan batas serta aturan yang telah Allah SWT syariatkan.

Seumpama keluarga kita dibunuh dengan tanpa hak, maka kita tidak boleh membalas terhadap keluarga pelaku, tetapi kita menuntut hukum pembalasan (Qishosh) dilaksanakan hanya terhadap pelaku saja. Karena, jika kita membalas membunuh keluarga pelaku maka itu berarti kita telah membunuh tanpa hak (menghakimi sendiri) dan masuk ke dalam kategori melampaui batas ketentuan (hukum) Allah SWT. Yang salah adalah si pelaku, bukan keluarganya. Dosa pelaku tidak turun kepada keluarganya atau bangsanya. Inilah keadilan yang dituntunkan dalam Islam. Jika kita telah berlaku adil terhadap sesama umat manusia, maka berarti kita telah melaksanakan dakwah Islam dan bertakwa.

Peringatan Allah SWT termaktub di Al-Quran:

Artinya: “(yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.” (An-Najm: 38).

Artinya: “Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Maaidah: 8).

Sungguh Imam Samudra adalah orang yang telah melampaui batas dengan melakukan pembalasan terhadap orang-orang yang tidak melakukan kezaliman. Aksi pembomannya itu telah melampaui batas hukum Allah SWT terhadap hamba-hamba-Nya, makhluk ciptaaan-Nya di muka bumi ini. Pemboman di Bali telah mengorbankan sekian banyak jiwa yang tidak mengerti akan apa yang dilakukan oleh Amerika dan sekutunya di Afghanistan, Iraq dan tempat-tempat lain. Patutkah mereka (orang-orang sipil) yang bukan pelaku menerima hukuman Qishosh atas kesalahan orang lain ????

Inilah peringatan dari Allah SWT terhadap orang yang bertindak melampaui batas ketentuan hukum Allah SWT :
Artinya: “Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim.” (Al-Baqarah: 229).

Artinya: “dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri.” (At-Thalaq: 1).



(disedut drpd buku Membongkar JI)

"

http://www.tranungkite.net/v7/modules.php?name=News&file=article&sid=18318&mode=thread&order=0&thold=0

Menilai Pengeboman Bali...

Saya kaget dan heran ketika membaca penjelasan Imam Samudra tentang dua ayat Al-Qur’an yang dipotong-potong untuk membenarkan aksi pembomannya, (AMT, hal:116) yaitu:
Artinya: “barang siapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu.” (Al-Baqarah: 194).

Dan, ayat 126 Surah An-Nahl:
Artinya: “dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan jang ditimpakan kepadamu.” (An-Nahl: 126).



Dengan tegas dan bangga, Imam Samudra mengatakan bahwa membalas balik dengan membunuh wanita, anak-anak, dan warga sipil adalah tindakan yang 'wajar', 'adil' dan 'seimbang'. Karena itu, menurut Imam Samudra, Amerika dan sekutunya telah melampaui batas-batas perang dengan membunuh banyak warga sipil Muslim, maka dia berniat membalas dengan cara membunuh warga sipil Amerika dan sekutunya. Begitulah katanya “sipil dibalas sipil! Itulah keseimbangan.” Dengan yakinnya ia mengatakan “Dan dengan demikian, jihad Bom Bali tidak dilakukan secara asal-asalan dan serampangan.” (AMT, hal: 116).

Astaghfirullah! Padahal wisatawan asing yang berada di Legian Bali pada waktu itu terdapat banyak juga orang-orang non-Muslim yang bukan warga Amerika atau Australia, kalau memang benar Amerika dan Australia adalah musuh Imam Samudra! Kalaupun wisatawan asing yang berada di Bali itu adalah warga Amerika ataupun warga Australia dan sekutunya maka belum tentu mereka dari pihak yang setuju dengan tindakan pemerintah mereka yang menyerang Afghanistan dan Iraq. Bukankah kebohongan alasan pemerintah Amerika menyerang Iraq dibongkar sendiri oleh warga Amerika? Bagaimana kalau yang tewas dalam aksi bom Bali itu adalah dari warga Amerika yang tidak setuju dan anti dengan kebijakan pemerintah Amerika dalam penyerangan Afghanistan dan Iraq? Sungguh Imam Samudra sendiri telah mengeneralisir warga Amerika dengan prasangkanya, “ini berarti pula mereka terlibat dalam proses pembiayaan perang.” (AMT, hal: 147). Sebuah prasangka dan tuduhan yang tidak berdasar.

Bagaimana Imam Samudra boleh memahami potongan ayat Qishosh tersebut (Al-Baqarah: 194) yang ditafsirkannya sendiri menurut arti harfiyah lalu dikaitkan dengan peristiwa yang terjadi sekarang ini di luar Indonesia yang kemudian dibalas di Indonesia?

Jika diperhatikan kedua ayat tersebut dalam bahasa Arab, akan didapati perkataan bi mitsli ma yang artinya secara harfiyah “dengan seumpama apa (benda) yang.” Bermakna ada sesuatu yang digunakan serupa dengan yang terdahulu, baik itu berbentuk perkataan maupun material. Dan menurut para mufasirrin (Ulama penafsir Al-Qur’an) bahwa ayat tersebut menjelaskan tentang hukum Qishosh yaitu hukum membalas kejahatan. Di dalam syariat Islam diatur tentang cara-cara pelaksanaan hukum Qishosh.

Dalam tafsir Qurtubiy, penjelasan terhadap ayat ini adalah bahwa Rasulullah memerintahkan dalam pelaksanaan hukum Qishosh harus menggunakan alat yang sama terhadap pelaku seperti yang digunakan oleh pelaku kepada korban. Tidak boleh melakukan tindakan yang melampaui batas dengan membalas kepada selain pelaku, seperti terhadap kedua orangtuanya, anaknya dan kerabatnya. Begitu juga tidak boleh berbohong kepada pelaku seandainya pelaku berbohong kepadanya. Sebab, kemaksiatan tidak boleh dibalas dengan kemaksiatan. Sekarang, hukum pelaksanaan Qishosh tidak boleh dilakukan secara pribadi tetapi harus atas izin pemerintah (artinya Mahkamah Islam).

Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan ayat ini bahwa Allah SWT memerintahkan untuk berlaku adil dalam melaksanakan hukum Qishosh walaupun terhadap kaum yang bukan Islam (non-Muslim). Untuk membalas kejahatan orang lain, maka sikap sabar si korban adalah lebih baik bagi orang-orang yang mau bersabar.

Terdapat empat hal dan satu catatan penting yang perlu diperhatikan dari ayat tersebut (Al-Baqarah: 194 dan An-Nahl: 126), yaitu:
Pertama : Alat dari jenis yang sama.
Kedua : Teknis pembalasan dengan cara yang sama.
Ketiga : Pembalasan dilakukan hanya terhadap si pelaku.
Keempat : Pelaksanaannya dilakukan oleh si korban atau wali si korban.

Catatan: Tidak boleh melakukan pembalasan terhadap kedua orangtua pelaku, anaknya dan kerabatnya. Apalagi terhadap bangsanya yang tidak ada hubungan darah. Sebab tindakan demikian adalah melampaui batas hukum Allah. Keadilan ditegakkan biarpun kepada non-Muslim.

Jika Imam Samudra salah satu pengagum Ustadz Abdullah Azzam (alm), maka saya ingin menceritakan sebuah tafsir dari salah satu ceramah Ustadz Abdullah Azzam yang pernah saya dengar langsung pada majlis ta’lim beliau di Afghanistan. Ketika itu ia menjelaskan penggunaan senjata api menurut syariat Islam. Senjata api yang digunakan oleh pasukan bersenjata mujahidin Afghanistan dan pasukan bersenjata di seluruh dunia mempunyai efek api dan panas. Padahal di dalam Islam terdapat larangan membunuh dengan api. Sabda Rasulullah SAW: “Tidak boleh menyiksa (membunuh) dengan (menggunakan) api kecuali pemilik api (yaitu Allah SWT).” (Hadis Riwayat Abu Daud).

Kemudian Ust-Abdullah Azzam menyebutkan sebuah ayat Al-Qur’an :

Artinya: “Bulan haram dengan bulan haram, dan pada sesuatu yang patut dihormati, berlaku hukum qishosh. Oleh sebab itu barang siapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (Al-Baqarah: 194)

dan ayat yang lain:

Artinya: “Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.” (An-Nahl:126).

Selanjutnya Ust. Abdullah Azzam (alm) menjelaskan bahwa dengan ayat ini maka dibolehkan menggunakan senjata api yang sama seperti yang digunakan musuh ketika memerangi mujahidin. Jika musuh menggunakan api untuk membunuh maka dibolehkan menggunakan api untuk membunuh musuh (pasukan bersenjata musuh). Begitu juga seandainya musuh menggunakan senjata api (dari berbagai jenis) maka dibolehkan juga menggunakan peralatan yang sama. Sebab bagaimana mungkin pedang dan tombak menghadapi senjata api dalam perang zaman modern ini? Maka keterangan Ust. Abdulah Azzam bersesuaian dengan maksud ayat Al-Qur’an tersebut. Demikian lah yang saya dengar langsung dari beliau.

Selanjutnya mengenai penyerangan keatas orang-orang sipil atau membunuh mereka, menurut yang saya fahami adalah kebijakan pimpinan perang. Rasulullah SAW adalah pemimpin negara dan panglima tertinggi pasukan Muslimin, maka beliau mempertimbangkan matang-matang dalam memberikan perintah yang membawa kemaslahatan peperangan bagi mengalahkan musuh. Perintah larangan membunuh sipil seperti wanita, anak-anak, orang tua bangka, larangan memotong pohon, membunuh binatang ternak dan lain-lain, tetap berlaku di manapun pertempuran berlangsung. Hanya panglima tertinggi dan pemimpin negara yang boleh membuat keputusan atau kebijakan setelah proses kajian dan pertimbangan yang matang untuk mencapai kemaslahatan perang walau kadang terlihat melanggar aturan larangan yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW di masa pertempuran, tanpa niyat kesengajaan. Kebijakan yang dibuat oleh Rasulullah pada masa itu adalah dalam kapasitas beliau sebagai pemimpin tertinggi negara dan panglima perang, dan pelaksanaannya juga dilaksanakan secara selektif.

Contoh kisah penebangan pohon
Perintah Rasulullah SAW untuk menebang pohon kurma milik Bani Nadhir bukanlah dikarenakan Bani Nadhir pernah merusak atau menghancurkan pohon kurma milik kaum Muslimin sehingga Rasulullah SAW melakukan tindak pembalasan terhadap sikap Bani Nadhir yang dianggap telah melampaui batas menebang pohon.

Tetapi perintah Rasulullah SAW itu adalah siasat perang untuk melumpuhkan pasukan lawan, yang tiada cara lain kecuali dengan cara itu dapat melemahkan mental pasukan lawan yaitu Bani Nadhir. Dan tindakan Rasulullah SAW itu dibenarkan oleh Allah SWT.

Asal kisah peristiwa itu adalah bermula ketika Ghozwah Bani Nadhir (kaum Yahudi) yang melarikan diri dari pengejaran pasukan Muslimin pimpinan Rasulullah SAW. Mereka melakukan persekongkolan jahat (makar) untuk membunuh Nabi Muhammad SAW dan siap melakukan perlawanan. Bani Nadhir menjadikan perkampungan mereka sebagai kubu pertahanan yang lengkap dengan benteng yang kuat. Mereka menyediakan logistik yang cukup untuk sekitar setahun, termasuk air bersih jika dikepung hingga datang bantuan pihak yang memusuhi kaum Muslimin datang membantu mereka.

Mengingat kuatnya pertahanan Bani Nadhir dalam menghadapi pasukan Muslimin maka Rasulullah SAW menggunakan sebuah taktik baru untuk menjatuhkan mental mereka yang sangat sayang kepada harta benda dan ingin hidup. Sebagai pimpinan tertinggi, juga dengan alasan kebijakan dan siasat perang, Rasulullah SAW memerintahkan pasukan Muslimin untuk memotong pohon kurma milik Bani Nadhir dan membakarnya sehingga timbul rasa kekecewaan pihak Bani Nadhir untuk mempertahankan perkebunan yang dianggap sebagai harta kekayaan mereka. Khusus tentang siasat dan tindakan Rasulullah SAW selaku pemimpin tertinggi pasukan ini dibenarkan oleh Allah SWT. Hal itu dijelaskan di dalam Surah Al-Hasyr, mengisahkan tentang sikap Bani Nadhir (kaum Yahudi) yang melanggar perjanjian damai.

Artinya: “Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, maka (semua itu) adalah dengan izin Allah; dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik.” (Al-Hasyr: 5).

Dengan penebangan dan pembakaran pohon kurma serta lamanya menunggu bantuan pasukan yang memusuhi kaum Muslimin, maka Bani Nadhir menyerahkan diri dan meminta perlindungan jaminan keselamatan jiwa, serta bersedia untuk keluar dari Madinah. Permintaan mereka kemudian diperkenankan oleh Rasulullah SAW.

Motif asal terjadi pertempuran dengan Bani Nadhir disebabkan karena mereka-lah yang sebenarnya telah bertindak melampaui batas dengan melanggar perjanjian damai dan mengancam keamanan kaum Muslimin. Dengan demikian Rasulullah SAW melakukan penyerangan terhadap mereka karena mereka telah berkhianat terhadap perjanjian yang telah disepakati bersama. Wahyu Allah SWT kepada Rasulullah SAW:
Artinya: “Mereka tidak memelihara (hubungan) kerabat terhadap orang-orang mu’min dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. Dan mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (At-Taubah: 10).
Contoh kisah penyerangan terhadap sipil
Bani Hawazun dan Bani Tsaqif tidak pernah menyerang atau membunuh warga sipil kaum Muslimin. Jadi sebenarnya tiada hak bagi Rasulullah SAW membalas tindakan Bani Hawazun dan Bani Tsaqif dengan menyerang warga sipil mereka atas alasan mereka telah melampaui batas. Tetapi sebenarnya Rasulullah lah yang telah memulai penyerangan keatas sipil mereka namun penyerangan tersebut bukan atas perencanaan dan kesengajaan. Secara ringkas saya kisahkan sedikit peristiwa tersebut yang terjadi pada Ghozwah Hunain.

Dalam Ghozwah Hunain, Bani Hawazun sengaja membawa serta anak-anak dan isteri-isteri mereka ke medan pertempuran untuk meningkatkan moral mereka ketika berperang. Maka tidak mustahil dan tidak dapat dielakkan ketika panah-panah yang diluncurkan oleh pasukan Muslimin akan mengenai warga sipil yang bersama-sama di dalam pasukan bersenjata musuh.

Setelah berkecamuknya peperangan Hunain, pasukan Muslimin memperoleh kemenangan, maka pasukan musuh yaitu Bani Hawazun dan kabilah-kabilah lain yang kalah melarikan diri ke lembah Authas dan lembah Nakhlah. Sementara Bani Tsaqif ketika melarikan diri mengarah ke Thaif, yaitu sebuah kota yang sangat kuat benteng pertahanannya.

Ketika Bani Hawazun dan kabilah yang lain dapat dikalahkan di lembah Nakhlah dan Authas, kota Thaif tempat kubu pertahanan Bani Tsaqif masih tetap belum dapat dikuasai oleh pasukan Muslimin disebabkan kuatnya perlawanan dari dalam benteng Thaif.

Dengan menggunakan Dabbabah (seperti kenderaan pelindung pasukan yang terbuat dari balok-balok kayu), pasukan Muslimin berlindung di bawahnya untuk mendekati benteng pertahanan kota Thaif, tetapi Bani Tsaqif menggunakan lelehan besi panas yang dituangkan dari atas benteng untuk membakar Dabbabah tersebut.

Dan, dengan menggunakan Manjanik (seperti ketapel berskala besar) yang berfungsi untuk melempar batu besar. Pasukan Muslimin mengarahkan incaran ke dalam benteng pertahanan pasukan musuh, dan memang tidak dapat dielakkan seandainya batu besar itu akan menimpa penduduk sipil yang berada di dalam kota Thaif.

Sekali lagi penyerangan keatas warga sipil bukan atas rencana dan kesengajaan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. Tetapi kejadian itu terjadi karena Bani Tsaqif telah menjadikan kota Thaif yang penuh dengan warga sipil sebagai tempat pertempuran. Warga sipil bukanlah sasaran pasukan Muslimin, namun ada kemungkinan mereka (sipil seperti anak-anak dan wanita Bani Tsaqif) akan menjadi korban perang karena keberadaan mereka di dalam benteng pertahanan musuh yang diserang. Walaupun begitu, teknis Manjanik tidak terus-menerus digunakan, karena Rasulullah menggunakan taktik perang atau siasat perang dengan memberikan penawaran dan jaminan kepada setiap hamba sahaya (budak) yang mau lari dari Bani Tsaqif akan dimerdekakan. Pengepungan berlangsung selama sebulan saja setelah sedikit demi sedikit orang-orang dari Bani Tsaqif menyerah diri dan menerima Islam.

Motif asal terjadinya pertempuran Ghozwah Hunain adalah dikarenakan kabilah Bani Hawazun, Bani Tsaqif dan kabilah yang lain telah berkumpul ingin melakukan penyerangan keatas kaum Muslimin. Akibat ancaman serangan itu Rasulullah SAAW memimpin pasukan untuk menghadapi kabilah-kabilah tersebut.

Sepengetahuan saya, Rasulullah SAW tidak menggunakan senjata yang bernama Mortar untuk menghadapi Bani Hawazun sebagaimana yang ditulis oleh Imam Samudra dalam bukunya (AMT, hal:119). Sebab, senjata Mortar belum ada pada waktu itu, semoga ini bukanlah satu lagi kebohongan terhadap pembaca yang disengaja.

Contoh kisah membunuh wanita
Pernah Rasulullah SAW memerintahkan pasukannya untuk membunuh wanita, tetapi wanita yang tertentu saja. Pada perang Ghozwah Bani Quraizah, setelah pengepungan dan Bani Quraizah ingin menyerah diri pada pihak pasukan Muslimin terjadi perundingan damai atas permintaan Bani Quraizah dan meminta Saad Bin Mua’dz r.a yang membuat keputusan. Salah satu di antara keputusan Saad Bin Mua’dz adalah menjatuhkan hukuman mati keatas seorang wanita yang telah membunuh seorang Muslim. Silahkan rujuk bab Ghozwah.

Ketika Ghozwah Fathu Makkah di mana terdapat empat orang wanita (Hindun binti ‘Utbah, Sarah mantan budak Amer bin Hisyam, Fartanai dan Qarinah) yang diperintahkan Rasulullah untuk dibunuh. Ini adalah karena wanita-wanita itu telah mengobarkan semangat permusuhan terhadap Rasulullah dan Muslimin, serta mencaci maki Islam. Tetapi ternyata pelaksanaannya hanya satu wanita saja yang terbunuh ketika pertempuran, selain itu (tiga wanita yang lain) mendapatkan pengampunan dari Rasulullah SAW, Hindun termasuk yang mendapatkan pengampunan. Seandainya Rasulullah adalah seorang yang suka membunuh dan berniat membalas dendam, sudah pasti Hindun binti ‘Utbah tidak diberikan pengampunan karena mengingat perbuatannya membelah-belah mayat paman Rasulullah, Saiyidina Hamzah, yang kemudian memakan hatinya.

Tiada rasa kebencian pada diri Rasulullah terhadap orang-orang yang memusuhinya. Selama orang tersebut tidak menampakkan permusuhan yang dilanjutkan dengan langkah-langkah yang nyata, maka selama itu Rasulullah akan membiarkannya bebas dan aman walaupun orang itu bukan beragama Islam. Dan, sekiranya Rasulullah memberikan perintah membunuh musuh Islam, maka dia akan menyebutkan namanya dan keterlibatannya dengan jelas, tidak secara membabi-buta sehingga siapa saja boleh dibunuh serta dianggap sama. Sebagai pemimpin negara dan panglima perang, Rasulullah berkuwajiban menjaga keamanan rakyatnya dengan penuh bijaksana.

Imam Samudra mengatakan bahwa larangan-larangan yang dikatakan oleh Rasulullah SAW di medan pertempuran itu hanya berlaku terhadap pasukan musuh atau terhadap musuh yang tidak bertindak melampaui batas, sebagaimana katanya “Hadits-hadits tersebut menjelaskan tentang larangan melampaui batas yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah ayat 190 dan hal itu berlaku ketika musuh Islam tidak bertindak melampaui batas terhadap kaum Muslimin.” (AMT, hal: 119). Padahal hadis-hadis tersebut bersifat umum yang berlaku untuk semua kondisi, yaitu larangan bagi kaum Muslimin dari bersikap melampaui batas dalam berperang.

Jika benar apa yang dikatakan oleh Imam Samudra bahwa Rasulullah SAW hanya melakukan tindakan melampaui batas karena membalas musuh yang melampaui batas, maka bagaimana pula halnya dengan pohon-pohon kurma Bani Nadhir, mereka tidak pernah merusak tanaman kaum Muslimin, demikian juga warga sipil Bani Hawazun dan warga sipil Bani Tsaqif, mereka tidak pernah membunuh warga sipil kaum Muslimin?

Dan malah Imam Samudra mensifatkan Rasulullah SAW dengan sewenang-wenangnya membunuh wanita dan anak-anak Bani Hawazun, sebagaimana penjelasannya “Rasulullah melakukan penyerangan terhadap kaum Bani Hawazun dengan menembakkan mortar dan tidak membedakan target laki-laki, wanita ataupun anak-anak.” (AMT, hal: 119)

Di halaman yang sama (AMT, hal: 119) Imam Samudra mengatakan bahwa alasan Rasulullah SAW melakukan itu karena berdasarkan ayat Al-Quran;

(Terjamahan di AMT) Artinya: “barang siapa yang melampaui batas terhadap kamu, maka balaslah serangan mereka, sebanding dengan yang mereka lakukan terhadap kamu.” (Al-Baqarah: 194).

Saya yakin dengan seyakin-yakinnya bahwa bukan berdasarkan ayat ini terjadinya pertempuran dengan Bani Hawazun. Menurut buku sirah yang saya baca dan pelajari ternyata Imam Samudra menyalahi kata-katanya sendiri yaitu bagaimana mungkin Rasulullah membalas tindakan melampaui batas Bani Hawazun padahal Bani Hawazun tidak melakukan tindakan melampaui batas keatas kaum Muslimin.

Saya tidak ragu-ragu mengatakan bahwa Imam Samudra sangat 'serampangan' (pinjam istilah Imam Samudra di AMT, hal. 116) menggunakan ayat tersebut (Al-Baqarah: 194) sebagai dalil untuk membunuh warga sipil di Bali dengan alasan jihad. Penyimpangan tafsir Al-Qur’an yang berakibat fatal menyesatkan orang banyak. Arti ayat Al-Qur’an telah tercemar oleh tindakan Imam Samudra yang mengatasnamakan dalil tersebut. Padahal apa yang dimaksudkan oleh ayat Al-Qur’an tersebut adalah Hukum Qishosh.

Ternyata Imam Samudra telah menyalahartikan ayat Al-Qur’an menurut hawa nafsunya sendiri. Alasan membunuh warga sipil non-Muslim dengan dalil ayat Al-Qur’an tersebut (Al-Baqarah: 194) telah mencemarkan kesucian ayat tersebut dan keadilan hukum Allah SWT, Astaghfirullah..... Dan, Imam Samudra juga telah berburuk sangka dan mencemarkan nama baik Ibnu Katsir dengan mengatasnamakan tafsirnya untuk membenarkan pembunuhan yang dilakukannya terhadap orang-orang sipil di Bali. Padahal, dalam keterangan Tafsir Ibnu Katsir tidak menyebutkan penjelasan dibolehkan membalas dengan melaksanakan hukum Qishosh terhadap selain pelaku. Ibnu Katsir tidak menyebutkan bahwa kejahatan yang sama diperlakukan terhadap jenis sasaran yang sama (sipil dengan sipil).

Tetapi yang benar adalah perbuatan yang sepadan dilakukan terhadap pelaku kejahatan tersebut sebagai hukuman kepada pelaku. Itupun yang melaksanakan hukum itu adalah korban atau walinya, dan jika korban memaafkan pelaku, maka hukum Qishosh otomatis gugur dilaksanakan. Hukuman atas kejahatan hanya diperlakukan terhadap pelaku kejahatan, jika hukuman tersebut dijatuhkan kepada selain pelaku maka itu berarti telah melampaui batas hukum Allah SWT yang adil.

Tetapi Imam Samudra dengan tegasnya menyatakan, bahwa korban tewas dari kalangan sipil di Bali adalah 'reaksi seimbang', sebagai balasan (Qishosh) untuk korban sipil Muslim di seluruh dunia, sesuai dengan ayat Al-Qur’an. (AMT, hal. 143). Astaghfirullah! Mahasuci Allah dari apa yang mereka (Imam Samudra) sifatkan!!!

Tafsir Qurtubiy menjelaskan tentang hukum Qishosh bahwa kemaksiatan tidak dibalas dengan kemaksiatan, seperti kebohongan tidak dibalas dengan kebohongan. Dengan begitu juga sama artinya jika kezaliman adalah praktek kemaksiatan, maka berarti tidak boleh kezaliman dibalas dengan kezaliman. Dan seandainya pembunuhan orang-orang sipil Muslim juga adalah sebuah praktek kemaksiatan, maka tidak boleh juga pembunuhan sipil dibalas dengan pembunuhan sipil. Biarlah orang lain (musuh) yang berbuat kemaksiatan, namun kita sebagai umat Islam tetap dengan batas serta aturan yang telah Allah SWT syariatkan.

Seumpama keluarga kita dibunuh dengan tanpa hak, maka kita tidak boleh membalas terhadap keluarga pelaku, tetapi kita menuntut hukum pembalasan (Qishosh) dilaksanakan hanya terhadap pelaku saja. Karena, jika kita membalas membunuh keluarga pelaku maka itu berarti kita telah membunuh tanpa hak (menghakimi sendiri) dan masuk ke dalam kategori melampaui batas ketentuan (hukum) Allah SWT. Yang salah adalah si pelaku, bukan keluarganya. Dosa pelaku tidak turun kepada keluarganya atau bangsanya. Inilah keadilan yang dituntunkan dalam Islam. Jika kita telah berlaku adil terhadap sesama umat manusia, maka berarti kita telah melaksanakan dakwah Islam dan bertakwa.

Peringatan Allah SWT termaktub di Al-Quran:

Artinya: “(yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.” (An-Najm: 38).

Artinya: “Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Maaidah: 8).

Sungguh Imam Samudra adalah orang yang telah melampaui batas dengan melakukan pembalasan terhadap orang-orang yang tidak melakukan kezaliman. Aksi pembomannya itu telah melampaui batas hukum Allah SWT terhadap hamba-hamba-Nya, makhluk ciptaaan-Nya di muka bumi ini. Pemboman di Bali telah mengorbankan sekian banyak jiwa yang tidak mengerti akan apa yang dilakukan oleh Amerika dan sekutunya di Afghanistan, Iraq dan tempat-tempat lain. Patutkah mereka (orang-orang sipil) yang bukan pelaku menerima hukuman Qishosh atas kesalahan orang lain ????

Inilah peringatan dari Allah SWT terhadap orang yang bertindak melampaui batas ketentuan hukum Allah SWT :
Artinya: “Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim.” (Al-Baqarah: 229).

Artinya: “dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri.” (At-Thalaq: 1).



(disedut drpd buku Membongkar JI)

"

http://www.tranungkite.net/v7/modules.php?name=News&file=article&sid=18318&mode=thread&order=0&thold=0

Perak digesa batalkan lesen GRO asing




Nov 11, 08 1:44pm

Polis menggesa kerajaan Perak dan pihak berkuasa tempatan
(PBT) membatal lesen pengusaha pusat hiburan yang menggunakan wanita-wanita asing sebagai pegawai perhubungan pelanggan (GRO).

Ketua polis negeri Datuk Zulkefli Abdullah berkata, cadangan itu berikutan pihaknya banyak menerima sistem pesanan ringkas (SMS) daripada suri rumah yang mengadu suami mereka sering menghabiskan wang dan masa di luar dengan mengunjungi premis-premis hiburan.

"Kita tidak boleh mengabaikan aduan yang dibuat oleh suri-suri rumah
berkenaan kerana nanti dikatakan pihak polis tidak berbuat sesuatu tetapi saya berharap pihak PBT juga turut membantu menangani masalah ini," katanya selepas majlis perhimpunan bulanan ketua polis Perak hari ini.

Beliau berkata sepanjang tempoh Januari hingga September 2008 seramai 983 wanita warganegara asing telah ditahan dalam 305 serbuan kerana tidak memiliki dokumen pengenalan diri ketika bekerja di premis berkenaan.

"Kebanyakan wanita pekerja asing itu, berasal dari China, Indonesia dan Vietnam, tidak mempunyai dokumen pengenalan diri atau menggunakan visa melancong untuk bekerja di premis berkenaan yang merupakan satu kesalahan.

"Saya berharap kerajaan negeri atau PBT dapat membatalkan premis-premis terbabit yang dikesan sering mengambil pekerja asing tanpa sebarang dokumen bekerja di premis mereka kerana ia turut menggalakkan perbuatan maksiat," katanya.

Zulkefli juga meminta syarat lebih ketat diletakkan bagi permohonan lesen itu memandangkan ada bilik-bilik khas atau tempat persembunyian GRO terbabit ketika pihak polis menjalankan operasi di pusat-pusat hiburan berkenaan.

http://www1.malaysiakini.com/news/92853

Menteri: Sajak Kematian tidak wajar

Nov 11, 08 5:25pm
Kementerian Pelajaran akan mengadakan siasatan berhubung penggunaan klip video 'Sajak Kematian' di sekolah-sekolah seperti dilaporkan.

Menteri Pelajaran Datuk Seri Hishammuddin Hussein berkata beliau sama sekali tidak bersetuju dengan kaedah penggunaan klip video 'Sajak Kematian' di sekolah memandangkan ia tidak sesuai dengan tahap umur pelajar yang masih terlalu muda.

"Saya sungguh tidak bersetuju kerana kita hendak mendidik mesti secara berhemah dan pendekatan yang menakut-nakutkan lebih-lebih lagi terhadap anak-anak yang usianya cukup muda, saya rasa ia tidak akan membawa manfaat," katanya selepas
merasmikan Program Pertukaran Pelajar ASEAN (ASEP) 2008 di sebuah sekolah di Kuala Lumpur hari ini.

Media sebelum ini memaparkan penggunaan klip video 'Sajak Kematian' di sekolah, antara lain memaparkan babak seksaan kubur selepas jenazah dikebumikan.

Penggunaan klip video ini menimbulkan bantahan daripada sebilangan ibu bapa kerana dikhuatiri akan menjejaskan akidah apabila klip video itu turut memaparkan gambaran yang berlaku di alam ghaib.

http://www1.malaysiakini.com/news/92879

Najib tidak mahu gaduh dengan Wanita


Jimadie Shah Othman Nov 11, 08 2:59pm

Datuk Seri Najib Razak menerima keputusan Wanita Umno mengekalkan pelan peralihan kuasa dalam pergerakan itu pada Jun tahun depan.

"Saya hormati. Saya tidak campur tangan. Saya hormati apa juga keputusan Wanita," kata timbalan presiden Umno.

Exco Wanita yang bermesyuarat semalam sebulat suara memutuskan jawatan ketua dan naib ketua pergerakan itu tidak akan dipertandingkan demi menjaga perpaduan dalam parti.

Keputusan ini bermakna ketuanya Tan Sri Rafidah Aziz dan naibnya Datuk Seri Shahrizat Abdul Jalil akan menang tanpa bertanding dalam pemilihan pergerakan itu kali ini.

Mesyuarat semalam juga setuju dengan pelan peralihan kuasa yang dijadualkan pada Jun tahun depan.

Ditanya perbezaan pandangan dalam pergerakan itu apabila Shahrizat meminta ketuanya mempercepatkan peralihan itu seiring dengan peralihan kuasa perdana menteri-timbalan perdana menteri, Najib berkata:

"Ya, apa-apa keputusan pun, ada pendapat yang berbeza. Dalam politik, mana ada seratus peratus (setuju)."

Tentang sama ada keputusan itu boleh mewujudkan perpecahan dalam pergerakan itu, beliau menyoal kembali pemberita: "Berlaku ke?"

"Apa-apa buat pun mesti ada kontra, (dan) pendapat yang berbeza. Jadi kita kena cari keputusan yang terbaik dalam keadaan dan situasi tersendiri.

"Jadi, Wanita sudah buat keputusan sedemikian. Saya menerimalah. Saya menghormati keputusan Wanita. Saya tidak hendak bergaduh dengan Wanita."

Beliau berkata, keputusan supaya Rafidah dan Shahrizat berunding dengan Datuk Kamilia Ibrahim tentang peralihan itu juga terserah kepada pergerakan itu.

"Mereka boleh berunding sesama sendiri," katanya tengah hari tadi dalam sidang media selepas merasmikan Konvensyen Sukan Kebangsaan di Pusat Dagangan Dunia Putra (PWTC).

Shahrizat semalam berkata, beliau akan bertemu dengan exconya Datuk Kamilia Ibrahim yang layak bertanding jawatan naib, tetapi tidak menghadiri mesyuarat hari ini dan mesyuarat sebelumnya.

http://www1.malaysiakini.com/news/92862

Segerakan alih kuasa Rafidah-Shahrizat



Abdul Rahim Sabri Nov 11, 08 12:29pm

Beberapa pemimpin Wanita bahagian di Sabah mendesak agar ketua Wanita Umno, Tan Sri Rafidah Aziz mempercepatkan peralihan kuasa kepada naibnya Datuk Seri Shahrizat Abdul Jalil dalam persidangan agung Umno, Mac depan.

Semalam, pergerakan itu memutuskan pelan peralihan kuasa itu dikekalkan pada Jun 2009 dan tiada pertandingan jawatan nombor satu dan dua dalam pergerakan itu, tahun depan.

Ketua Wanita Umno Kudat, Aminah Ambrose menjelaskan pelan asal peralihan kuasa pergerakan akan menyukarkan Shahrizat untuk bekerja.

"Apabila beliau (Shahrizat) menjadi pemangku, tidak ada naib, susah untuk beliau bekerja.

"Ada kuasa (sebagai pemangku) tapi tak ada autoriti tak guna juga," katanya hari ini, ketika dihubungi Malaysiakini.

Tambahnya, peralihan kuasa harus dipercepatkan kepada Shahrizat sebagai usaha untuk memperkasakan semula Wanita Umno.

Wanita bahagiannya mencalonkan Shahrizat sebagai ketua wanita dan Datuk Maznah Mazlan sebagai naib dalam mesyuarat Wanita bahagian baru-baru ini.

Katanya, beliau tidak dapat menerima sebab mengapa Rafidah tidak mahu menyerahkan jawatan kepada Shahrizat.

"Apa yang dia boleh buat dalam masa tiga bulan (Mac hingga Jun)?," katanya.

Aminah berasa yakin sekiranya Rafidah menyerahkan tugas kepada naibnya itu, perwakilan akan memberikan tepukan hormat sambil berdiri kepada beliau kerana berbuat demikian.

Sementara itu, Wanita Libaran meminta ketua Wanita Umno mempertimbangkan untuk mempercepatkan peralihan kuasa pada pemilihan agung Umno Mac depan.

"Saya memohon agar mempercepatkan peralihan kuasa dan tidak mahu ada pertandingan (ketua dan naib) dalam Wanita," kata ketua wanitanya, Datuk Armani Mahirudin.

Ditanya sebab peralihan perlu dipercepatkan, beliau enggan mengulas lanjut sebab-sebab itu.

Armani menjelaskan, tarikh peralihan kuasa yang dipersetujui pada Jun 2009 itu membelakangkan pendirian bahagian tersebut dan bahagian-bahagian yang mencalonkan Shahrizat sebagai ketua Wanita dan Datuk Kamilia Ibrahim sebagai naibnya.

Bagaimanapun beliau menyerahkan kepada kebijaksanaan kedua-dua pemimpin itu untuk berbincang berhubung keputusan itu agar tidak timbul perselisihan di antara mereka.

Bagi jawatan nombor satu, Rafidah mendapat 117 pencalonan, Shahrizat 73 sokongan; sementara jawatan naib Shahrizat peroleh 113 sokongan dan Kamilia (54).

http://www1.malaysiakini.com/news/92846

Aziz pengerusi baru SPR, ganti Rashid




Nov 11, 08 12:21pm


Ketua setiausaha Kementerian Dalam Negeri Tan Sri Abdul Aziz Mohd Yusof dilantik sebagai pengerusi Suruhanjaya Pilihan Raya (SPR) berkuatkuasa mulai 31 Dis ini.


Ketua Setiausaha Negara Tan Sri Mohd Sidek Hassan berkata Yang di-Pertuan Agong memperkenankan pelantikan Abdul Aziz mengikut Fasal (1) Perkara 114 Perlembagaan Persekutuan.

Pelantikan Abdul Aziz, 58, berkuatkuasa mulai 31 Dis ini sehingga beliau genap berusia 66 tahun, selaras dengan Fasal (3) Perkara 114
Perlembagaan Persekutuan, kata Mohd Sidek dalam satu kenyataan hari ini.

Abdul Aziz dilahirkan di Sabak Bernam, Selangor pada 24 Jan 1950.

Beliau, yang sebelum bersara wajib pada 24 Jan 2006 berkhidmat sebagai ketua setiausaha KDN, dan dilantik semula memegang jawatan yang sama secara kontrak.

Pelantikan Abdul Aziz sebagai pengerusi SPR adalah bagi menggantikan Tan Sri Abdul Rashid Abdul Rahman yang tamat tempoh perkhidmatan kerana mencapai umur 66 tahun pada 30 Dis ini.

http://www1.malaysiakini.com/news/92840

Bayaran saguhati: Zaid dukacita tidak dapat kotai janji...


Nov 10, 08 12:54pm

Bekas Menteri di Jabatan Perdana Menteri, Datuk Zaid Ibrahim berkata beliau kesal dan dukacita kerana tidak dapat mengotakan janji kepada bekas hakim-hakim yang dipecat sewaktu krisis kehakiman pada 1988 untuk tidak mendedahkan jumlah saguhati yang dibayar oleh kerajaan kepada mereka awal tahun ini.

Katanya, beliau selaku menteri yang bertanggunggung jawab dalam hal ehwal kehakiman dan perdana menteri telah bersetuju untuk tidak mendedahkan jumlah yang dibayar kepada hakim-hakim berkenaan atas permintaan hakim-hakim berkenaan yang dianggapnya sebagai wajar.

"Hakim-hakim berkenaan tidak pernah meminta wang ini dan tidak mahu wujud polemik pada kemudian hari dan tidak mahu mengalihkan hasrat murni ini jika perkara in ididedahkan.

"Kami kesal dan dukacita kerana kami tidak dapat mengotakan janji kami kepada hakim-hakim ini.

"Adakah ini bermakna bahawa kata-kata yang lahir dari bibir menteri kerajaan tidak lagi boleh dipandang serius?" katanya dalam satu kenyataan hari ini.

Minggu lalu, Menteri di Jabatan Perdana Menteri, Datuk Seri Mohd Nazri Aziz mengumumkan bahawa kerajaan telah membayar saguhati sejumlah RM10.5 juta kepada enam hakim berkenaan.

Nazri memberitahu Dewan Rakyat bahawa daripada jumlah tersebut, RM5 juta telah dibayar kepada Salleh.

Selain Salleh, lima lagi penerima saguhati tersebut ialah lima bekas hakim Mahkamah Agung - Tan Sri Azmi Kamaruddin, Allahyarham Tan Sri Eusoffe Abdoolcadeer, Allahyarham Tan Sri Wan Suleiman Pawanteh, Tan Sri George Seah dan Tan Sri Hamzah Mohamed Salleh.

Wan Suleiman dan Seah masing-masing dibayar RM2 juta manakala Eusoffe, Azmi dan Hamzah, masing-masing mendapat RM500,000.

Menurut Nazri, Salleh menerima bayaran pencen bulanan sebanyak RM5,102, Seah pula menerima RM5,916, Hamzah (RM6,508), Wan Suleiman (RM4,815), Eusoffe (RM4,815) dan Azmi (RM5,916). Lihat video

Berikut adalah kenyataan penuh:

Bayaran pampasan (ex-gratia) dibayar oleh kerajaan Malaysia dan kerajaan-kerajaan lain bila berlaku salah laksana keadilan (Miscarriage of justice). Umpamanya apabila berlaku sabitan salah atau sabitan sesuatu kesalahan terhasil lantaran sesuatu perbicaraan yang tidak adil atau apabila keterangan yang dikemukakan dalam perbicaraan kemudiannya didapati tidak tepat atau tidak boleh dipercayai. Di England, peruntukan di bawah Criminal Justice Act 1988 (Akta Keadilan Jenayah 1988) membenarkan pembayaran ex-gratia dibuat. Pertubuhan Bangsa-Bangsa Bersatu mengendors pembayaran sedemikian kepada mangsa-mangsa salah laksana keadilan di bawah International Covenant on Civil and Political Rights (Waad Antarabangsa Mengenai Hak Sivil dan Politik).

Episod dalam tahun 1988 sudah jelas kepada ramai rakyat Malaysia dan dunia. Ketua Hakim Negara kita dan dua hakim kanan Mahkamah Agung telah dipecat. Tiga orang hakim kanan yang lain telah digantung kerja tetapi kemudiannya dilepaskan. Hakim-hakim berkenaan bukan sahaja telah mengalami dan menanggung kerugian kewangan bahkan telah turut menanggung pernghinaan dan malu keana mereka dipecat.

Panel Orang Terkemuka (Eminent Persons Group) yang antaranya terdiri daripada mantan Ketua Hakim India, mantan Hakim Mahkamah Agung Pakistan dan mantan Presiden LawAsia dari Australia, membuat kesimpulan bahawa komposisi kedua-dua Tribunal, proses yang diguna pakai oleh kedua-duanya dan hasil/dapatan dan kesimpulan yang dicapai terhadap Tun Salleh, Tan Sri Wan Suleiman dan Datuk George Seah tidak mempunyai justifikasi dan justeru penyingkiran mereka dari jawatan mereka tidak mengikut lunas perlembagaan dan non est.

Sukar untuk memahami bagaimana saat-saat gelap dan mendukacitakan dalam sejarah kita itu boleh terlepas daripada dihalusi oleh menteri undang-undang sekarang apabila beliau mengatakan bahawa hakim- hakim berkenaan telah diminta bersara awal dan tidak dipecat. Betapa orang yang berkuasa boleh memandang remeh soal ini? Terdapat cukup isu dewasa ini untuk kita mempolitikkannya tanpa memutar-belit kebenaran pemecatan hakim-hakim berkenaan pada tahun 1988.

Walaupun tindakan mendedahkan jumlah yang dibayar kepada hakim-hakim adalah sesuatu yang diharapkan daripada mana-mana kerajaan yang mengamalkan ketelusan dan urus tadbir yang baik, cara pendedahan itu dibuat nampaknya mengajak orang ramai supaya memperkatakan lebih daripada persolan itu. Nampaknya orang ramai bukan sahaja diajak untuk mempersoalkan jumlah berkenaan, bahkan timbul persoalan sama ada bayaran berkenaan perlu dibuat atau tidak. Ini kerana kita diberitahu bahawa hakim-hakim telah diminta bersara awal dan bukannya dipecat. Jika mereka tidak dipecat, kenapa pula mereka dibayar ex-gratia? Jumlah pencen yang mereka terima telah ditonjolkan atau dibesar-besarkan. Sekali lagi ini membangkitkan persoalan kenapa pencen dibayar sedangkan mereka tidak berhak mendapat pencen jika mereka dipecat. Orang ramai yang tidak biasa dengan kes ini sudah tentu akan bertanyakan soalan: Adakah hakim-hakim ini tamak? Apakah saya memberi nasihat yang betul kepada Perdana Menteri? Sudahkah kepentingan pembayar cukai diambil kira dengan sewajarnya dalam membuat bayaran berkenaan?

Saya hendak menegaskan hal-hal yang berikut sekali lagi: tidak kira apa yang diperkatakan oleh sesetengah pihak tentang kes berkenaan, bagi saya pemecatan berlaku dan suatu perbuatan mempersendakan keadilan berlaku. Ia merupakan pelanggaran kebebasan badan kehakiman. Pemecatan berkenaan merupakan salah laksana keadilan yang paling berat. Walaupun sebanyak mana penjelasan yang mengatakan bahawa pemecatan hakim-hakim berkenaan adalah mengikut lunas undang-undang, ia tidak mampu menukar kebenaran bahawa hakim-hakim itu dipecat. Bayaran pencen kepada Tun Salleh tidak boleh menukar hakikat bahawa beliau telah dipecat. Jika bayaran pencen itu bukti tidak berlakunya pemecatan, maka bolehlah kerajaan meminta mana-mana hakim supaya bersara lebih awal asalkan pencen dibayar. Bagaimana keadaan ini hendak disesuaikan dengan konsep kebebasan badan kehakiman? Lainlah kalau kita tidak mengiktiraf konsep ini?

Saya telah mengesyorkan kepada Perdana Menteri supaya kerajaan membayar ex-gratia kepada mereka, sebagaimana yang dilakukan oleh kerajaan-kerajaan yang bertanggungjawab, sebagai suatu pampasan kerana keterlanjuran Kerajaan pada tahun 1988. Ia juga menjadi suatu isyarat bahawa Kerajaan sekarang menyokong integriti dan kebebasan institusi yang dihormati yakni badan kehakiman. Ini juga merupakan kemahuan Perdana Menteri supaya kita memperlihatkan ihsan dan ketinggian hati budi kepada hakim-hakim ini.

Saya juga telah bersetuju untuk tidak mendedahkan jumlah yang dibayar kepada hakim-hakim berkenaan. Ini adalah permintaan mereka yang wajar. Hakim-hakim berkenaan tidak pernah meminta wang ini dan tidak mahu wujud polemik pada kemudian hari dan tidak mahu mengalihkan hasrat murni ini jika perkara in ididedahkan. Kami kesal dan dukacita kerana kami tidak dapat mengotakan janji kami kepada hakim-hakim ini. Adakah ini bermakna bahawa kata-kata yang lahir dari bibir menteri kerajaan tidak lagi boleh dipandang serius?

Kita tidak sepatutnya merosakkan usaha murni Perdana Menteri dengan membawa isu-isu yang akan melemahkan niat murni dan kemurahan hati kerana itulah yang merupakan asas bayaran berkenaan dibuat. Anda boleh membayar pencen untuk mempamerkan sifat kemanusiaan anda, tetapi pencen tidak mengalihkan hakikat bahawa hakim-hakim berkenaan telah dipecat. Hakim-hakim ini adalah orang bermaruah dan dihormati. Mereka tidak pernah sekali-kali meminta bayaran ini.

Saya telah secara sukarela bagi pihak kerajaan menawarkan bayaran ini kepada mereka kerana saya merasakan wajar untuk berbuat demikian. Tiada rundingan yang dibuat dengan mereka mengenai jumlah bayaran yang hendak dibuat. Saya dapatkan angka itu berdasarkan apa yang dibayar oleh kerajaan-kerajaan lain yang bertanggungjawab kepada warganegara mereka dalam kes-kes membabitkan salah laksana keadilan walaupun sukar untuk membuat perbandingan kerana tidak ada kerajaan yang bertanggungjawab di mana-mana juga di dunia ini yang memecat hakim-hakim utama mereka 'sekali rentap' sebagaimana yang kita lakukan.

Walau bagaimanapun, England membayar Gerard Conlon dalam pengemboman Guilford Four sebanyak £400,000 (kira-kira RM2.7 juta ketika itu); New Zealand membayar David Dougherty NZD 800,000 (kira-kira RM2 juta) kerana sabitan salah selepas keterangan DNA membersihkan namanya. Kedua-dua kerajaan ini telah memohon maaf kepada mangsa-mangsa berkenaan dan membuat bayaran ex-gratia. Dalam kes kita, ketika itu saya tidak berupaya meminta kerajaan Barisan Nasional memohon maaf.

Saya harap kenyataan dan sindiran mereka yang masih seronok menyelar hakim-hakim berkenaan, sama ada secara langsung atau melalui kata-kata mereka yang mempersenda, menyindir dan mencemuh, yang sememangnya sudah menjadi 'trademark' mereka, tidak akan mengganggu dan menguris hati hakim-hakim yang telah menerima bayaran berkenaan. Rakyat negara ini sentiasa ingat akan khidmat dan keberanian anda. Anda telah selama ini menjadi inspirasi kepada sesetengah hakim Mahkamah Tinggi kita yang akhir-akhir ini telah memperlihatkan bahawa semangat kebebasan untuk menegakkan keadilan masih hidup dan subur.

http://www1.malaysiakini.com/news/92770

Zaid dapat surat tunjuk sebab dari Umno


Nov 10, 08 11:52am

Bekas menteri di jabatan perdana menteri, Datuk Zaid Ibrahim telah menerima surat tunjuk sebab dari Umno.

Menurutnya, surat tunjuk sebab itu berkaitan dengan surat terbukanya dan perjumpaannya dengan ahli-ahli Parlimen berhubung desakan memansuhkan Akta Keselamatan Dalam Negeri (ISA).

Menurut Zaid, parti itu meminta penjelasannya kerana turut sama menyertai majlis anti-ISA anjuran Pakatan Rakyat di Parlimen.

Bercakap dalam satu sidang akhbar hari ini, bekas ahli Parlimen Kota Bharu itu berkata, beliau menerima surat tunjuk sebab itu minggu.

Zaid berkata, peguamnya Malik Imtiaz Sarwar akan menjawabnya secepat mungkin.

Zaid meletakkan jawatan sebagai menteri kabient kerana membantah tindakan kerajaan menggunakan ISA terhadap ahli Parlimen Teresa Kok, penulis blog Raja Petra Kamarudin dan wartawan Sin Chew Tan Hoon Cheng, September lalu.

Minggu lalu, beliau turut melepaskan jawatan senator.

Pada 29 September lalu, Zaid menulis sepucuk surat terbuka kepada Perdana Menteri, Datuk Seri Abdullah Ahmad Badawi, menggesa beliau supaya memansuhkan ISA.

Zaid turut menjadi sasaran apabila beliau, dalam ucapannya, telah mempersoalkan status orang Melayu.

Berikutan itu, beberapa pemimpin Umno mendesak parti itu mengambil tindakan terhadap Zaid.

http://www1.malaysiakini.com/news/92761

113 k'tangan sambilan JPN K'tan diberhenti

Nov 10, 08 4:20pm

Seramai 113 kakitangan sambilan Jabatan Pelajaran Negeri (JPN) Kelantan yang telah berkhidmat antara 10 dan 18 tahun, kini terpaksa mencari pekerjaan lain kerana perkhidmatan mereka tidak disambung,
kata Pengerusi Cuepacs Kelantan Samsudin Mohd Noor.

Menurutnya, kakitangan tersebut kini terpaksa mencari pekerjaan seperti memandu teksi bagi menyara keluarga.

Samsudin berharap kerajaan mengambil kembali kakitangan terbabit untuk berkhidmat di agensi lain yang sesuai dengan kelayakan dan pengamalan mereka, demikian dilaporkan Bernama.

Katanya 300 tukang kebun dan jaga di Kelantan turut menerima surat pemberhentian kerja sehingga 31 Disember ini dengan alasan kekosongan itu akan diisi oleh kakitangan swasta.

"Apakah kerajaan mahukan mereka menganggur sedangkan mereka sebelum inipun berpendapatan bawah paras kemiskinan tegar iaitu kurang dari RM500 sebulan," katanya.

http://www1.malaysiakini.com/news/92794

Pembelaan diri Azilah, Sirul ditunda ke 15 Januari


Nov 10, 08 4:34pm

Dua komando polis, Cif Insp Azilah Hadri dan Koperal Sirul Azhar Umar, perlu menunggu sehingga 15 Januari tahun depan untuk membela diri di Mahkamah Tinggi Shah Alam terhadap pertuduhan membunuh wanita Mongolia, Altantuya Shaariibuu.

Ini kerana peguam bela masing-masing, Datuk Hazman Ahmad dan Kamarul Hisham Kamaruddin, tidak dapat menghubungi dan menemu bual saksi yang mereka rancang untuk dipanggil memberikan keterangan.

Hakim Datuk Mohd Zaki Md Yasin membenarkan permohonan mereka dan memberi tempoh dua bulan untuk mereka membuat persediaan kes, demikian dilaporkan oleh Bernama

"Saya hendak kes ini dibicarakan berterusan bermula 15 Januari sehingga selesai," katanya.

Azilah, 32, dan Sirul Azhar, 36, kedua-duanya anggota Unit Tindakan Khas(UTK), dijadual membela diri hari ini terhadap pertuduhan membunuh Altantuya, 28, di Mukim Bukit Raja antara 10 malam 19 Oktober 2006 dan 1 pagi keesokkan harinya.

Penganalisis politik Abdul Razak Abdullah Baginda, 48, yang dituduh bersubahat dengan mereka di Wilayah Persekutuan antara 9.54 pagi 18 Oktober 2006 dan 9.45 malam keesokan harinya, dibebaskan dan dilepaskan daripada pertuduhan itu pada 31 Oktober tanpa dipanggil membela diri.

Dalam permohonannya hari ini, Hazman berkata beliau tidak dapat memutuskan untuk memanggil siapa untuk memberikan keterangan kerana beliau tidak dapat menemu bual mereka kerana sesetengah daripada mereka tidak berada di Kuala Lumpur.

Katanya beliau juga memohon diberikan masa untuk menyelesaikan semua kes yang dikendalikannya dari 2003 hingga 2006 yang masih menunggu perbicaraan, yang telah ditangguhkan untuk memberi laluan kepada perbicaraan kes Altantuya, kerana hakim yang mendengar kes berkenaan semakin hilang sabar dan tidak membenarkan penangguhan.

"Pendakwaan telah mengambil satu tahun setengah untuk pendakwaan kes ini. Kami juga perlu diberikan ruang dan masa untuk menyediakan pembelaan," katanya. Kamarul Hisham juga memohon diberikan lebih banyak masa untuk menghubungi Raja Petra Raja Kamaruddin dan penyiasat persendirian P Balasubramaniam yang beliau bercadang untuk panggil sebagai saksi.

"Saya telah menulis surat kepada peguambelanya pada 21 Oktober, tetapi tiada jawapan dari peguam yang mewakili Raja Petra. Kami juga telah menghantar pesanan kepada peguamnya dan firma guaman mereka, kami masih belum menerima jawapan," katanya.

Raja Petra, yang baru-baru ini dibebaskan daripada tahanan Akta Keselamatan Dalam Negeri (ISA), telah membuat akuan bersumpah mengaitkan seorang ahli politik kanan dan isterinya dengan pembunuhan itu.

Balasubramaniam juga membuat akuan bersumpah serupa tetapi menarik balik akuan itu tiga hari kemudian dalam satu lagi akuan bersumpah.

Kamarul Hisham berkata beliau dimaklumkan oleh pihak pendakwaan yang pegawai penyiasat Tonny Anak Lunggan tidak dapat mengesan lokasi di mana Balasubramaniam berada dan perkara itu disahkan oleh Timbalan Pendakwaraya Tun Abdul Majid Tun Hamzah.


Tun Majid, sementara itu berkata beliau tiada bantahan dengan penangguhan itu tetapi memaklumkan kepada mahkamah yang beliau akan mengemukakan bantahan mengikut 136 Akta Keterangan berhubung dengan hasrat pihak pembelaan untuk memanggil semula beberapa saksi pendakwaan termasuk Balasubramaniam.

Di luar mahkamah, Hazman memberitahu wakil media yang beliau merancang untuk memanggil sembilan saksi termasuk seorang pakar telekomunikasi dan teman wanita Azilah.

Kamarul Hisham, ketika ditanya mengenai kerelevanan akuan bersumpah Raja Petra itu, berkata beliau tidak mahu membuat sebarang spekulasi buat masa ini.

"Kita perlu tunggu kerana akuan bersumpah Raja Petra jelas membayangkan

yang beliau mempunyai sumber dan sehingga dan kecuali saya telah menemu bualnya, saya tidak tahu siapakan sumber itu, dan sama ada beliau bersedia mendedahkan
mereka."

Katanya beliau juga perlu mengesahkan sama ada Raja Petra bersedia untuk ditemu bual, jika tidak beliau perlu mencari jalan untuk sapina penulis blog itu.

http://www1.malaysiakini.com/news/92795

Bekas Naib Presiden mahu cabar Samy Vellu




Selasa November 11, 2008

KUALA LUMPUR: Bekas Naib Presiden MIC, Datuk M. Muthupalaniappan hari ini mengesahkan bahawa beliau sedang 'memikirkan' untuk mencabar presiden MIC Datuk Seri S. Samy Vellu bagi jawatan tertinggi parti itu, tetapi belum membuat keputusan muktamad mengenainya.


Bercakap kepada Bernama beliau berkata, sepanjang dua minggu lepas, beliau telah mengadakan pertemuan dengan anggota parti serta pemimpin peringkat akar umbi dan maklum balas yang diperoleh menggalakkan.


"Saya tidak akan membuat sebarang pengesahan rasmi mengenai perkara itu sekarang. Penyokong saya dan pemimpin cawangan merasakan jika saya mengumumkan hasrat saya sekarang, mereka akan berhadapan dengan kemarahan Samy Vellu yang mungkin memecat mereka yang menyokong saya.


"Saya juga merasakan Samy Vellu perlu dicabar demi kepentingan MIC, Barisan Nasional dan masyarakat India Malaysia," kata Muthupalaniappan.


Parti terbesar kaum India di negara ini akan mengadakan pemilihan presiden pada Mac tahun depan, manakala pemilihan timbalan presiden, tiga naib presiden dan 23 anggota jawatankuasa kerja pusat (CWC) akan diadakan pada September.


Samy Vellu mengumumkan beliau akan mempertahankan jawatan tertinggi parti itu dan pada awalnya dijangka akan memenangi jawatan itu tanpa bertanding.


Bagaimanapun Muthupalaniappan mungkin akan merosakkan jangkaan itu, jika beliau berjaya mendapat pencalonan daripada 50 cawangan.


Perlembagaan parti menetapkan calon presiden perlu mendapat sekurang-kurangnya 50 pencalonan dari cawangan sebelum dibenar bertanding jawatan tertinggi parti itu. Setiap pencalonan mesti dicadang oleh seorang pemegang jawatan cawangan dan disokong lima pemegang jawatan yang lain.


Pemegang jawatan cawangan akan mengundi bagi memilih presiden MIC, tidak seperti jawatan lain yang akan diputus oleh kirakira 1,500 perwakilan ke perhimpunan agung parti.


"Terdapat juga kebimbangan di kalangan pemimpin cawangan bahawa presiden mungkin menggunakan pengaruhnya untuk tidak menggalakkan mereka mencalonkan saya bagi jawatan tertinggi parti itu.


"Saya dinasihat membuat pendirian rasmi hanya dalam dua atau tiga minggu. Buat masa ini, saya akan mendapatkan pandangan pemimpin kanan parti mengenai hasrat saya," kata Muthupalaniappan.


Muthupalaniappan, 68, yang juga seorang peguam, kali pertama dipilih ke jawatankuasa kerja pusat pada 1979.


Pada tahun yang sama beliau dilantik ketua MIC Negeri Sembilan, dan ketua Pemuda parti.


Beliau dilantik Senator pada 1980 dan pada 1982 Muthupalaniappan memenangi kerusi Dewan Undangan Negeri Si Rusa dan dilantik sebagai exco kerajaan negeri Negeri Sembilan.


Muthupalaniappan bertanding jawatan naib presiden parti pada 1987 dan 1991 tetapi tewas kedua-duanya.


Beliau yang menang jawatan itu pada 1997, bagaimanapun gagal mempertahankannya pada pemilihan parti 2000 dan 2006.


http://www1.mstar.com.my/cerita.asp?file=/2008/11/11/mstar_berita/20081110182824&sec=mstar_berita
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...